Ada seorang tukang kayu. Suatu saat ketika sedang bekerja, secara tak disengaja arlojinya terjatuh dan terbenam di antara tingginya tumpukan serbuk kayu. Arloji itu adalah sebuah hadiah dan telah dipakainya cukup lama. Ia amat mencintai arloji tersebut. Karenanya ia berusaha sedapat mungkin untuk menemukan kembali arlojinya. Sambil mengeluh mempersalahkan keteledoran diri sendiri, si tukang kayu itu membongkar tumpukan serbuk yang tinggi itu. Teman-teman pekerja yang lain juga turut membantu mencarinya. Namun sia-sia saja. Arloji kesayangan itu tetap tak ditemukan. Tibalah saat makan siang. Para pekerja serta pemilik arloji tersebut dengan semangat yang lesu meninggalkan bengkel kayu tersebut.
Saat itu seorang anak yang sejak tadi memperhatikan mereka mencari arloji itu, datang mendekati tumpukan serbuk kayu. Ia berjongkok dan mencari. Tak berapa lama berselang ia telah menemukan kembali arloji kesayangan si tukang kayu tersebut. Tentu si tukang kayu itu amat gembira. Namun ia juga heran, karena sebelumnya banyak orang telah membongkar tumpukan serbuk namun sia-sia. Tapi anak ini cuma seorang diri saja, dan berhasil menemukan arloji itu.
“Bagaimana caranya engkau bisa menemukan arloji ini?” tanya si tukang kayu.
“Saya hanya duduk tenang di lantai. Dalam keheningan itu saya bisa mendengar bunyi tik-tak, tik-tak. Dengan begitu saya tahu di mana arloji itu berada.” jawab anak itu. Si tukang kayu tertegun.
Seorang anak kecil yang pikirannya masih sederhana menyelesaikan sebuah masalah kecil dengan mudah. Anak-anak sepertinya lebih punya kebijaksanaan dibanding orang dewasa. Anak itu lebih memilih tenang, berpikir sebelum bertindak. Sedangkan si tukang kayu, tanpa pikir panjang langsung mengobrak-abrik tumpukan serutan kayu yang tentu saja seperti mencari jarum di tumpukan jerami.
Tetapi bagaimanapun, itulah respon reflek kita saat menghadapi masalah. Tanpa disadari, sering kita terjerumus dalam seribu satu macam ”kesibukan dan kegaduhan” saat suatu masalah datang. Kita langsung melakukan tindakan yang pertama terlintas. Padahal belum tentu tindakan itu bisa memecahkan masalah. Bagaimana jika masalahnya menjadi semakin rumit? Bagaimana jika kita justru menjadi putus asa?
Sebuah pepatah Jawa ”Menangkap ikan tanpa mengeruhkan airnya”. Ketenangan dan keheningan adalah yang kita butuhkan saat menghadapi masalah. Ada baiknya kita menenangkan diri sebelum mulai melangkah menghadapi setiap permasalahan. Jangan gegabah dalam bertindak. Menjauhlah sesaat dari keramaian untuk memikirkan solusi terbaik. Sehingga masalah bisa diselesaikan dengan mudah tanpa memperkeruh keadaan.
Kita juga jangan terus menyalahkan diri atas keteledoran yang tak sengaja dilakukan. Segera perbaiki kesalahan yang sudah terjadi. Tinggalkan kekacauan dan introspeksi diri agar tidak mengulangi kesalahan.
Jadi, biasakanlah berpikir dengan kepala dingin agar hidupmu menjadi lebih mudah. Segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin.
------
ini tugas esai bahasa Indonesia. ceritanya aku dapat dari
terselubung. terus aku buat sendiri bagian pendapat dan kesimpulan. untuk istilah yang dipakai buat judul, itu dikasih tau
Ayah.
Esai itu terdiri dari :
- Pembuka : berupa suatu masalah, cerita, atau quote
- Isi : berupa pendapat, pendirian, sanggahan, dukungan fakta, dll
- Penutup : berupa kesimpulan
Semoga bisa membantu teman-teman.. tapi jangan di copi paste yaa !!!
;)